“Ayo serbu, patung tersebut harus segera dimusnahkan” sorak salah satu pemimpin dari ribuan pendekar sakti untuk menyerang patung yang berdiri tegak di pada Seppe. Deru halilintar dan gemuruh guntur bersautan saat penyerangan terjadi. Melalui berbagai ilmu dan kesaktian mandraguna yang dimiliki oleh pendekar sakti tersebut, tidak satu pun mampu membuat patung Palindo terangkat, meskipun berhasil dibuat miring, seakan patung tersebut tidak ingin terpisah dari bumi sebagai penjaga “Bada Sejati”.
Satu per satu, kini para pendekar sakti mulai kehabisan tenaga dan meninggal hingga tersisa 2 orang pendekar. Serangan ini akhirnya diketahui oleh warga Bada, mereka bersatu menuju pada Seppe untuk mengusir 2 pendekar yang tersisa dan kabur dari bumi Bada.
Tepuk tangan membahana dari seluruh hadirin yang memenuhi balai desa, drama patung Palindo benar-benar membuat kagum setiap orang melihatnya. Drama kolosal legenda patung Palindo menjadi salah satu yang dinantikan sebelum acara modulu dulu atau makan sedaun dilaksanakan. Bagi warga Bada, acara seperti ini hanya dilakukan ketika ada hari penting atau upacara keagamaan sebagai bentuk rasa syukur dan malam keakraban antar warga.
Persiapan modulu dulu (makan sedaun) di lembah Bada |
Malam yang menyenangkan, baru pagi tadi rasanya meninggalkan Kota Tentena menuju lembah Bada yang berjarak sekitar 80 kilometer melewati danau Poso dan bukit dengan kondisi jalan berliuk-liuk, tetapi semua terbayarkan ketika menyaksikan drama kolosal dan acara modulu dulu.
Dalam perjalanan pulang menuju penginapan, bintang-bintang gemerlapan, langit begitu ramai dan cahaya bulan menerangi lembah Bada yang terletak di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Cagar Budaya Indonesia Patung Palindo dari Negeri 1000 Megalitik
Pagi yang damai, acara semalam benar-benar membuat tidur nyenyak dan mimpi indah. Dari penginapan, langit tampak biru. Pemilik penginapan sedari tadi sudah menyiapkan sarapan. Tidak jauh dari meja tempat makan, peta lembah Bada dari kulit kayu menempel dengan apik. Sejak zaman dahulu, masyarakat sudah mengenal teknik pembuatan kain dan baju dari kulit kayu beserta pewarnaan alami. Peta Bada merupakan salah satu hasil karyanya. Aku pun melihat dengan saksama sambil mencari dimanakah letak situs budaya patung Palindo.
Peta lembah Bada dari kulit kayu |
Hasilnya, ternyata tidak jauh dari penginapanku di desa Bomba, cukup menyusuri jembatan gantung yang ada, tetapi pemilik penginapan menyarankan untuk melewati jembatan besi di desa Gintu.
Tanpa membuang-buang waktu, mobil yang aku tumpangi sekarang sudah melaju diatas jalanan beraspal, beberapa rumah dan sawah silih berganti sepanjang perjalanan. Kurang lebih 10 menit, akses jembatan besi untuk menyeberangi sungai Lariang menuju pada Seppe sudah dilewati. Awalnya aku heran, sebelum tiba di pada Seppe, tidak ditemukan pos tempat membayar retribusi untuk menikmati situs budaya patung Palindo. Padahal ditempat lain, biasa aku temukan pos pembayaran tiket masuk seperti di candi Borobudur.
Tepat dipertigaan, terdapat papan petunjuk bertuliskan “Cagar Budaya Megalitik Pada Seppe, + 500 meter”, mobil yang aku tumpangi pun mengikuti penunjuk arah tersebut. Semakin dekat dengan daerah tujuan, maka rumput ilalang semakin menghilang. Hingga akhirnya dari kejauhan tampak patung tinggi dan miring, warga Bada mengenalnya sebagai patung Palindo yang artinya sang penghibur.
Pada tahun 1918, Dr Walter Kaudern seorang Etnolog asal Swedia mengunjungi lembah Bada selama 3 hari dan menggambarkan Palindo sebagai patung batu raksasa yang condong ke satu sisi dan diapit oleh dua pohon. Palindo menghadap ke barat, dengan arah yang sedikit menyimpang ke selatan (5°). Patung ini berbeda dari patung batu lainnya—bukan hanya karena ukurannya yang luar biasa. Dr Walter Kaudern menyebut patung ini relatif datar dan tipis. Beliau menggambarkan bahwa Palindo memiliki wajah hampir melingkar dengan diameter 175 sentimeter. Sisi kanannya memiliki panjang sekitar 440 sentimeter.
Aku pun terpesona dengan patung Palindo yang memiliki tinggi 4,5 meter diatas permukaan tanah. Entah berapa meter bagian dari patung ini yang tertimbun. Ukiran tubuh berbentuk oval, mata bulat dan hidung besar memanjang ke bawah. Pahatan mulut berbentuk sebuah senyuman melengkapi batuan megalitik ini. Siapa pun pasti akan terpana dibuatnya.
Sesaat kemudian, aku tergoda untuk menyetuh patung Palindo, tampak tekstur ukiran halus dipermukaan patung. Entah teknologi apa, di zaman dahulu mampu mengukir batuan sehalus patung Palindo yang merupakan salah satu dari 35 situs dan 186 buah peninggalan arkeologi yang berhasil diidentifikasi oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo di lembah Bada. Kini, patung Palindo bukan lagi hanya sebatas aku lihat dibeberapa sampul buku dan majalah Sulawesi Tengah, tetapi menyaksikan langsung dan menyentuhnya di negeri 1000 megalitik, lembah Bada.
Vandalisme Pengunjung di Cagar Budaya Patung Palindo
Sebagai cagar budaya Indonesia, patung Palindo benar-benar memiliki daya tarik tersendiri. Bentuk unik dan berada di lembah nan indah membuat siapa pun ingin mengunjunginya. Tetapi sangat disayangkan, masih saja ada pengunjung melakukan vandalisme di sekitar area. Seperti yang aku temukan pada papan penanda megalitik Palindo, beberapa ‘coretan nama tampak jelas dan merusak lapisan cat’. Bahkan informasi dari warga Bada, pernah ada pengunjung ingin berfoto ria dengan patung Palindo dan memanjat patung tersebut. Perilaku pengunjung seperti ini lambat laun akan mengancam keberadaan megalitik.
Tiba-tiba aku kembali mengingat, drama kolosal patung Palindo malam sebelumnya. Selalu saja ada kalangan berkeinginan merusak dan memusnahkan patung Palindo. Drama yang berasal dari cerita rakyat lembah Bada menunjukkan bahwa dari zaman ke zaman selalu ada pihak jahat, meskipun dalam bentuk tingkah laku berbeda. Jika hal ini tidak diubah dan ditindak tegas, suatu saat nanti cagar budaya patung Palindo akan musnah.
Rawat Cagar Budaya Patung Palindo Menuju Warisan Dunia UNESCO
Sebagai situs megalitik terbesar di Indonesia, lembah Bada mempunyai potensi luar biasa besar sebagai cagar budaya warisan dunia. Bahkan menurut Iksam, seorang arkeolog asal Sulawesi Tengah menyebutkan bahwa, “pusat peradaban megalitik tertua di dunia berada di dataran tinggi Tanah Lore, Sulawesi Tengah dan salah satunya adalah lembah Bada”.
Patung Palindo setinggi 4,5 meter |
Kekayaan peninggalan arkeologi yang variatif merupakan modal besar cagar budaya patung Palindo dan tergabung dalam Kawasan Megalitik Lore Lindu (KMLL) untuk dijadikan warisan dunia oleh UNESCO. Di lembah Bada sendiri sebenarnya masih banyak arca dan megalitik lainnya yang tersebar, baik disekitar pemukiman warga maupun didaerah terpencil dan tersembunyi seperti daerah aliran sungai. Semuanya menjadi kesatuan utuh untuk dijadikan warisan dunia.
Megalitik di Lembah Bada |
Tetapi, untuk menuju kesana ada banyak hal yang perlu dipersiapkan dalam merawat keberlangsungan keberadaan cagar budaya patung Palindo, diantaranya adalah:
1. Pemberlakuan akses satu pintu untuk kontrol keluar masuk pengunjung.
Saat ini untuk mengunjungipatung Palindo di pada Seppe bisa melalui beberapa jalan sehingga para pengawas dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo tidak bisa mengontrol dan mengetahui dengan pasti jumlah pengunjung. Dengan memberlakukan akses satu pintu, maka secara otomatis perhitungan sekaligus kontrol jumlah pengunjung bisa dilakukan. Selain itu pula, akses satu pintu bisa dimanfaatkan sebagai area informasi awal terkait hal-hal yang bisa dilakukan dan tidak boleh dilakukan ketika mengunjungi cagar budaya patung Palindo.
2. Pemasangan papan informasi terkait hal-hal yang dilarang untuk dilakukan disekitar cagar budaya.
Keberadaan pengunjung sudah pasti tidak terelakkan untuk selalu datang menikmati kemegahan patung Palindo. Agar tidak terjadi vandalisme, maka perlu dengan jelas disampaikan kepada pengunjung melalui papan informasi disekitar kawasan cagar budaya tentang hal apa saja yang dilarang untuk dilakukan. Dengan begitu, maka pegunjung benar-benar sadar tentang tata tertib dalam menikmati kemegahan patung Palindo.
3. Menjalin kerjasama dengan penginapan disekitar cagar budaya untuk menyampaikan larangan-larangan dalam berkunjung ke cagar budaya patung Palindo.
Lembah Bada memang begitu eksotis dan tersembunyi karena akses menuju kawasan ini, masih rawan longsor sehingga rata-rata pengunjung akan menginap sambil mengeksplor megalitik yang ada. Kerjasama antara pemilik penginapan dalam menyampaikan larangan apa saja untuk dilakukan ketika mengunjungi patung Palindo sangat penting karena menimbulkan kesadaran pertama kali bagi pengunjung akan pentingnya keberadaan megalitik Palindo. Jika mulai dari penginapan saja para pengunjung sudah sadar terkait tata tertib mengunjungi megalitik Palindo, maka efek kuantum akan saling bersinergi dengan papan informasi dikawasan cagar budaya terkait larangan-larangan dalam berkunjung.
Jika hal ini bisa diterapkan, maka bersama masyarakat setempat dan para pengunjung akan mampu merawat cagar budaya Indonesia patung Palindo untuk kemudian menjadi warisan dunia yang diakui oleh UNESCO sebagai pusat megalitik terbesar di Indonesia bahkan dunia. Kelak nama Bada yang berarti kuning pertanda warna emas, akan bersinar ke seluruh penjuru dunia.
Ayo, tulis pengalamanmu dalam mengunjungi cagar budaya Indonesia untuk turut berpartisipasi pada kompetisi “Blog Cagar Budaya Indonesia: Rawat atau Musnah!”.
Ada angkutan umum buat ke sana? Atau mesti sewa kendaraan?
ReplyDeleteSaat ini angkutan umumnya ada bis DAMRI dari Kota Poso atau bisa menggunakan mobil travel dari Kota Poso atau Tentena
DeleteWah baru tau klo kita juga punya situs megalithik seperti patung pulau paskah
ReplyDeleteNah, itu dia. Memang banyak yang belum tahu sih
DeleteWiihh kayak di HEropaahh yak, ada batu-batu gitu, eh tapi ini lebih kece karena bukan hanya batu tapi patung batu yak.
ReplyDeleteSemoga lebih mendapatkan perhatian dari pemerintah serta banyak yang meliputnya sehingga bisa lebih mendunia :)
Aamiin. Semoga awal tahun sudah menjadi situs warisan dunia dari UNESCO
DeleteWah.. saya dari foto-fotonya saja langsung terpesona dengan patung Palindo ini, Mas Taumy. Apalagi zaman itu teknik mengukirnya sudah sangat keren ya, Mas. Dan kisah dibalik patung ini juga sangat menarik. Jadi wajib dirawat, apalagi sudah jadi cagar budaya.
ReplyDeleteSemoga bisa ke sana dan melihat langsung patung Palindo ini.
Aamiin. Kalau butuh tour guide kabarin saja
DeletePatung ini mengingatkan saya pada patung patung batu berbentuk wajah dan setengah badan di easter island.
ReplyDeleteDulu pernah nonton film (lupa film apa), konon katanya patung-patung yang mirip di dunia ini saling berkaitan.
Pendapat yg misterius mnrt saya.
Bener sekali. Sempat terpikirkan juga sih, hubungannya antara yg di pulau paskah dengan di lembah Bada
DeleteKayak eropa gitu ya mas, patung palindonya. Emang cagar budaya Indonesia itu lengkap ada cantik, megalitik, patung dan banyak lainnya. Rasanya ingin mengunjungi semuanya. TApi untuk sekarang yang terdekat dulu.
ReplyDeleteSemoga suatu saat bisa maen ke lembah Bada
DeleteKayak Menara Pisa patungnya ya Mas.. Scr miring² gitu. MasyaAllah kayanya negeri kita dg berbagai macam cagar budaya. Hayukk sama² kita rawat agar tidak musnah.
ReplyDeleteBener sekali, tugas kita lah untuk merawat dan menjaga
DeleteMas, kalau satu pintu pasti akan lebih terawasi semua ya. Kekayaan budaya yang tak ternilai harganya milik Indonesia begini mesti lestari. Semoga saya berkesempatan mengunjunginya juga nanti:)
ReplyDeleteBener sekali mba. Makanya sempat terpikirkan hal ini sih
DeleteKenapa dari tadi saya mikirnya itu patung burung hantu, sih? hhuhu
ReplyDeletesaya paling suka nih baca-baca artikel tentang masa lalu. Suka takjub aja gitu, membayangkan manusia zaman baheula kehidupannya kayak gimana...
Patung Palindo ini dari suku apa, Mas? Apakah warga Bada itu suku Bada?
ReplyDeleteMenarik sekali ya drama kolosalnya. APalagi karena dipertontonkan pada malam hari yang berbintang.
Saya sering sedih kalau ke lokasi wisata dan terjadi vandalisme atau kerusakan seperti itu
Bentuk Patung Palindo lucu ya, hehe. Coba di sekitarnya dikembangkan jadi objek wisata, pasti bisa jadi tempat wisata menarik, apalagi ini cagar budya.
ReplyDeleteBentuk Patung Palindo lucu ya, hehe. Coba di sekitarnya dikembangkan jadi objek wisata, pasti bisa jadi tempat wisata menarik, apalagi ini cagar budya.
ReplyDeleteAku baru tau dari blog mas soal patung Palindo ini lho. Jadi mau berkunjung kesana juga, dengan tingginya 4.5 meter ini cukup ikonik banget ya, apalagi peninggalan masa-masa megalithikum
ReplyDeleteMas patungnya emang dibiarkan gtu aja di alam terbuka ya? Hehe ngebayangin itu kan batu ya kena hujan dan panas kali kena apa tu namanya semacam terkikis. Kalau dr pihak yang mengelola apa gak dikasi semacam atap/ payung gtu ya :D
ReplyDeleteTapi terlepas dari itu takjub di sana banyak ditemukan peninggalan kyk gtu, menunjukkan sejarah masa lalu nenek moyang terdahulu yaaa
unik nih bang, dan kayaknya memang harus dilestarikan agar tidak lapuk bersama waktu.
ReplyDeleteAda tempat sekeren ini ya,patung batu yang mesti dilestarikan nih, pemandangan nya juga bagus
ReplyDeleteUkuran patungnya besar juga ya mas. Benar-benar baru tahu nih kalau ada peninggalan sejarah bernama Patung Palindo. Semoga apa yang menjadi harapan mas di atas terwujud ya, sehingga kelak patung ini masih tetap terawat sampai kapanpun.
ReplyDeleteUnik patungnya ya, dan aku kira gak sebesar itu. Ternyata tinggi banget. Terlihat pas foto ya, Mas..he. Wajar tingginya juga 4.5 m.
ReplyDeleteGak cuma alamnya yang luas dan mempesona, tapi cagar budayanya juga tak kalah keren. Harus dilestarikan dan dijaga dengan baik.
Indonesia memang kaya akan wisata cagar budaya. Rasanya dr sabang sampai merauke pasti ada. Bangga jadi bangsa Indonesia.
ReplyDeletewah baru tahu ada cagar budaya patung palindo. kayak monumen megalitik yg di luar negeri itu ya. semoga terawat awet dan bisa terus diwariskan ke anak cucu kita
ReplyDeleteWah iyaa nih bang, situs ini udah terkenal banget yah. Semoga lewat tulisan ini banyak orang yang "engeh" bahwa selain dikunjungi, Patung Palindo ini juga harus di jaga dan dilestarikan biar anak cucu bisa liat nanti :)
ReplyDeleteVandalisme menjadi salah satu masalah bisa cagar budaya yang terawat. Sayang banget benda-benda bersejarah jadi terboda karena vandalisme
ReplyDeleteAku tuh sedih plus geregetan kalau ada vandalisme di berbagai tempat apalagi menyangkut cagar budaya, susah banget memberi kesadaran akan menjaga suatu yang bernilai
ReplyDeleteAkhir-akhir ini aku sering denger nama lembah bada. Sperti kmbali ke masa dulu kayanya ya
ReplyDeleteooh ini adanya di Gorontalo, sejujurnya aku baru tau tentang patung Palindo ini mas. Makasih ya infonya :)
ReplyDeleteWah beruntung ada lomba cagar budaya
ReplyDeleteAku jadi tahu banyak kekayaan Indonesia dalam cagar budaya
Gak nyangka Gorontalo punya tempat seindah ini deh
Semoga suatu hari bisa berkunjung ke sana
Baru tahu Saya soal situs megalitikum Palindo ini . Keren banget deh. Mau juga kesana kalau Ada kesempatan.
ReplyDeleteSambil baca saya mencari-cari di setiap paragraf dimanakah letak dan keberadaan patung Palindo ini. Baru menemukan di foto paling bawah ternyata di Kabupaten Poso Sulawesi Tengah.
ReplyDeleteSitus megalitikum seperti ini harus banget dilestarikan, jangan sampai terabaikan karena ada sejarah di sana
ReplyDeleteHanya satu ya mas, patungnya?
ReplyDeleteDulunya bercerita tentang sosok siapa kah ms, patung tersebut?
Semoga selalu terjaga dan terpelihara, jejak nenek moyang ini ya ms.
Sebagai warisan hingga akhir jaman, unt warisan anak cucu kita.
wah menarik, saya suka banget yang berbau sejarah begini mas
ReplyDeleteAku baru tahu loh tentang Patung Palindo ini mas. Menarik juga ya. Jadi pengen kesana
ReplyDelete