Palopo hari ini benar-benar panas. Perjalanan menggunakan pesawat ATR pagi hari dari Makassar menuju bandara udara Belopa membuat lupa diri untuk sarapan terlebih dahulu. Begitupun juga dengan istri. Untungnya keluarga yang menjemput langsung membawa kami ke rumah makan.
Sebenarnya waktu tempuh dari bandara ke rumah makan masih sekitar 30 menit, tetapi dengan percakapan hangat selama perjalanan, waktu tempuh 30 menit terasa cepat. Hingga tidak sadar, sekarang kendaraan yang kami tumpangi sempurna berhenti di salah satu rumah makan dikawasan jalan Andi Djemma, Kota Palopo.
“Pesan kapurung dan dange buat 4 orang” begitulah kiranya, Tante ku memesan menu makanan siang kali ini.
Percakapan demi percakapan terus berlanjut mulai dari menanyakan kabar keluarga di Jawa hingga urusan model tas yang lagi trend. Bagi istriku yang keturunan Jawa Timur, berkunjung ke Palopo sudah lama diinginkan. Tetapi selalu saja ada halangan. Entah cuti yang tidak cukup atau harga tiket pesawat kemahalan. Untungnya di bulan Februari, semua dipermudah.
Tidak lama berselang, ketika membahas masalah nasi pecel khas madiun, pelayan pun datang dengan membawa menu yang dipesan dan diletakkan diatas meja. Tiba-tiba gurat wajah istri berubah. Matanya agak dipicingkan dan dahinya berkernyit. Aku pun langsung bisa menebak. Pasti karena menu makan siang kali ini tidak seperti rumah makan biasanya yang selalu menyediakan nasi.
“Papa, kok makanan yang ada hanya ini saja. Nasinya tidak ada?” bisik istriku dengan hati-hati agar tidak terdengar oleh Tante kami.
Sesuai dugaanku, istri selama ini belum pernah makan tanpa nasi. Layaknya orang Indonesia pada umumnya, “belum makan, jika tidak dengan nasi” itulah ungkapan yang sering didengar. Bahkan nasi sudah menjadi simbol penghilang rasa lapar utama. Tetapi hal ini berbeda buat masyarakat Luwu, Sulawesi Selatan.
“Sayang, sekarang kita lagi berada di Palopo. Disini makanannya terbuat dari “tabaro” alias sagu. Sagu ini merupakan salah satu sumber pangan dari hutan. Apalagi di Sulawesi Selatan terdapat 4,1 ribu hektar hutan sagu dari 10 ribu hektar lahan yang berpotensi untuk ditanami sagu. Dari lahan tersebut, bisa menghasilkan 168 ton sagu per tahunnya. Maka tidak heran, jika makanan orang Luwu adalah dange dan kapurung. Seperti yang tersaji saat ini diatas meja”.
Ketika Dange dan Kapurung Menjadi Makanan Favorit
Berasal dari tepung sagu kering yang dicetak kemudian dibakar, dange muncul sebagai pangan dari hutan dengan cita rasa gurih dan agak “berpasir” ketika dimakan. Hal ini berbeda dengan kapurung, meskipun sama-sama berasal dari tepung sagu.
Dange |
Proses pembuatan kapurung sendiri, diawali dengan penuangan air panas secara perlahan ke tepung sagu yang sudah dihaluskan. Secara bersamaan, adonan sagu lama kelamaan akan berubah tekstur menjadi padatan kenyal berwarna abu-abu. Adonan yang terbentuk ini, dicetak menggunakan 2 stik kayu dengan cara dililitkan membentuk gumpalan bulat tidak beraturan kemudian dimasukkan ke dalam campuran sayur atau kuah ikan.
“Papa, ternyata dange itu rasanya enak juga ya. Jika terlebih dahulu direndam dengan kuah sayur. Nuansa ‘berpasir’ terasa dimulut. Sangat berbeda rasanya dibandingkan dengan nasi” celoteh istri ketika mencoba dange yang tersaji di meja makan.
Sama seperti yang istriku rasakan. Sensasi makan dange dengan tekstur ‘berpasir’ dan ‘pecah’ ketika dikunyah menjadi alasan mengapa dange adalah salah satu makanan favoritku saat ini selain kapurung. Disamping tampilan dange yang unik yaitu berbentuk lembaran persegi panjang.
Kapurung |
Ini lah yang membuat kapurung dan dange begitu istimewa, hingga menjadi makanan favoritku. Mulai dari teknik memasak hingga cara menikmati dan pastinya membuat kenyang.
Kandungan Nutrisi dan Manfaat Sagu
Menikmati dange dan kapurung secara bersama dalam satu penyajian akhirnya membuat perut kenyang meskipun makan kali ini adalah sarapan sekaligus makan siang. Beberapa tetes keringat mulai bercucuran, saking antusias menikmati sajian. Tidak terkecuali buat istri dan tante ku.
Baca juga: Sayur Kelor Tanah Kaili
Baca juga: Sayur Kelor Tanah Kaili
Nutrisi yang terkandung dalam sagu per 100 gram (sumber: hellosehat.com) |
Bagiku, sagu yang sudah diolah menjadi dange dan kapurung sebagai pangan dari hutan sudah mampu memenuhi kebutuhan akan karbohidrat tanpa perlu makan nasi. Apalagi kandungan nutrisi dalam sagu yang cukup lengkap seperti karbohidrat, serat, protein, sodium, potassium dan lemak.
Selain kandungan nutrisi dalam sagu, ternyata ada beberapa manfaat dari sagu yang penting untuk diketahui:
1. Sumber energi pasca olahraga berat; kandungan karbohidrat pada sagu dapat meningkatkan produksi glukosamin alami dalam tubuh yang diperlukan untuk memperbaiki keseluruhan pergerakan sendi dan pemulihan otot.
2. Mencegah darah tinggi; kandungan potasium pada sagu mampu memperlancar darah pada sistem kardiovaskular sehingga terhindar dari tekanan darah tinggi.
3. Meredakan panas akibat demam; sagu memiliki efek pendinginan yang menenangkan tubuh dengan mengendalikan kelebihan produksi empedu sehingga mampu meredakan panas tubuh.
Pentingnya Mengetahui Dange dan Kapurung sebagai Bahan Pangan dari Sagu
Pengalaman pertama mencoba sajian dange dan kapurung bagi istriku ternyata memberikan kesan positif akan pemanfaatan sagu sebagai sumber pangan dari hutan. Selama ini, istri hanya memahami dan mengenal bahwa hanya nasi yang bisa membuat kenyang. Padahal ternyata masih ada sagu dengan dange dan kapurung sebagai bentuk olahannya mampu membuat kenyang.
Wajar saja karena dalam 100 gram sagu mampu menghasilkan 350 kalori yang cukup untuk memenuhi kegiatan harian. Apalagi, Indonesia saat ini sangat berpeluang dalam pengembangan tanaman sagu karena 55% tanaman sagu dunia, tumbuh di Indonesia. Sebuah potensi yang luar biasa agar semua masyarakat tahu, bahwa sagu bukan hanya sekadar sumber pangan dari hutan tetapi juga menjadi komoditi yang siap bersaing demi ketahanan pangan Indonesia seperti yang sering WALHI perjuangkan.
Maka dari itu, bagi kami masyarakat Luwu tidak akan pernah khawatir jika tidak makan nasi. Cukup sagu yang menjadi sumber pangan utama dari zaman dahulu hingga sekarang.
Ah ngiler pengen makan kapurung, mamaku sering bikin nih dulu
ReplyDeleteNah itu dia. Kalau di Wotu, tiap hari. Minimal makan Dange.
DeleteApalagi cara buatnya gampang, kayak di video itu.
DeleteMasya Allah hujan-hujan gini liat menu sagu jadi lapar rasanya. Pengen nyoba tapi di Jeneponto sulit menemukan sagu. Trus mau beli. G tahu mau beli dimana kapurung sama dangenya.
ReplyDeleteBiasanya di daerah Sabang banyak dijual Sagu. Harga cukup terjangkau
DeleteDengan 55% jumlah tanaman sagu dunia itu ada di Indonesia. Tentunya potensi itu harus kita jaga ya gak bang. Kalau perlu ditingkatkan.
ReplyDeleteBenar sekali itu. Secara, di tingkat dunia, Indonesia punya potensi
DeleteNah, potensi ini yang seharusnya dikembangkan agar bisa memenuhi kebutuhan pangan domestik
DeleteBelum pernah makan olahan sagu saya ini.
ReplyDeleteMalah makanan khas Indonesia tengah dan timur balum penah saya nyobain.
Kemana aja saya ini yg katanya pecinta kuliner Indonesia.
#tepokJidat
wkwkwk. Mungkin pangan dari hutan untuk olahan sagu ini memang butuh effort dan biaya lebih jika harus ke Indonesia Bagian Timur
DeleteTapi, rata2 pencinta kuliner biasanya memakan apa yang dikenali dahulu. Baru yang aneh-aneh level terakhir
DeleteNgilerrrr, meski jujur, kalau makan ini mah saya lebih suka sendirian, soalnya jadi teringat waktu kecil kalau mau makan ini selalu digangguin kakak saya, katanya makan i***s hahahahha
ReplyDeleteTapi serius, ini mah enak banget, meski demikian saya nyebutnya papeda.
Saya nggak tahu apakah beda dengan papeda dan sinonggi, soalny waktu kecil kami nyebutnya papeda :)
Bener. kalau Maluku dan Papua, pangan dari sagu ini, namanya Papeda
DeleteDange ini bisa jadi bahan roti lapis khas Palopo ya mas. Tinggal dikasih selai saja di atasnya. Jadi deh. Hehehe. Sejak ada banyak postingan masakan tradisional dari hutan, saya kok jadi ngiler ya. Banyak menu-menu unik, salah satunya dange dan kapurung ini.
ReplyDeleteIya. Apalagi pas proses cetaknya sudah ditaburin gula. Jadi manis nan gurih
DeleteBener juga. Ternyata kuliner unik Indonesia yang berasal dari hutan itu, masih banyak.
DeleteWow! 55% tanaman sagu dunia tumbuh di Indonesia? Ini jumlah yang besar, lho. Sayangnya, selama ini kita kurang diedukasi ya sumber pangan apa saja yang mengandung karbohidrat dan aman digunakan sebagai pengganti nasi. Yang aku rasakan sih begitu. Begitu memaksakan diri mengonsumsi nasi sampai ada yang mengonsumsi beras dengan kualitas memprihatinkan.
ReplyDeleteNah. Bener sekali. Saya bandingkan ketika sekolah di Sulawesi dan di Jawa. Ketika di Sulawesi, tidak pernah pusing karena tidak ada beras. Nah, pas sekolah di Jawa, sehari tidak makan beras, rasanya gimana gitu.
DeleteSalah satu kuliner yang saya belum tahu. Kalau baca2 kuliner dari timur, rasa2nya kok saya mainnya kurang jauh ya wkwkwk
ReplyDeleteHahaha. Mungkin karena Pulau Jawa dan Sumatera sudah terlalu luas untuk dikelilingi. Makanya Indonesia bagian tengah dan timur tidak terjamah.
DeleteWarna ungu di sagu itu emang alami ya? Kirain karena dikasih pewarna. Di sini ada yang jualan bubur kalo pagi, ada campurannya sagu. Kirain itu ungu emang sengaja dikasih warna.
ReplyDeleteSepertinya begitu. Karakter dari sagu ketika dipanaskan, akan menciptakan efek ungu. Tinggal cara memanaskan, agar efeknya lebih mencolok atau samar-samar.
DeleteSebaiknya Masyarakat Indonesia kembali lagi ke makanan pokok khas daerah yang lebih murah dan sehat serta organik seperti sagu. selama masyarakatnya masih mau menjaga hutannya agar tetap terjaga.
ReplyDeleteNah, bener. Dengan begitu ketahanan pangan akan terjaga juga.
DeleteJika sagu jadi bahan pangan domestik, maka bisa jadi, krisis beras tidak akan terjadi. Ragam pangan melimpah.
DeleteWah.. kapurung. Saya langsung mau, Mas Taumy. Sudah lama sekali saya tidak makan kapurung. Dulu pas di Makassar, ada tetangga orang Palopo. Jadi selalu bawa sagu, dampo durian, dan oleh-oleh lainnya. Nah, langsung acara kapurung hahaha.
ReplyDeleteMantab sudah. Itu lah kalau orang Palopo kesana kemari, biasanya memang bawa sagu.
DeleteAcara Kapurung, selain acara makan juga jadi silaturahmi antar anggota keluarga dan tetangga
DeleteOh dange itu pada dasarnya sagu dipadatkan dan dibakar/ dipanggang gtu ya.
ReplyDeleteBelum pernah makan, tapi suamiku pernah, juga makan si kapurung, dulu sempet dinas di Makassar soalnya. Makanan kyk gtu kalau dijual di Jkt kyknya harganya agak mihil krn masakan daerah yang unik hehe :D
Moga kapn2 kalau berkunjung ke Sulawesi bisa nyicipin :D
Ternyata manfaatnya bagus juga buat kesehatan gtu ya mas TFS
Hahaha. Iya. Sulitnya karena mungkin bahan baku sagunya juga sudah jarang kalau di Jakarta.
DeleteNampaknya patut dicicipi dan dirasakan manfaatnya., jujur aku terakhir makan sagu itu ketika masih SD 😂
ReplyDeletewkwkwwk. Yuk, maen ke Sulawesi. Disini banyak kok olahan sagu.
DeleteDulu pernah dibawain dange ama temen kampus dari sulawesi. Nggak ada rasanya menurut saya. Mungkin karena temennya dange kurang pas kali ya,makanya kurang nikmat di lidah saya.
ReplyDeleteBener, itu namanya dange. Makannya harus direndam dulu kedalam kuah sayur atau ikan, baru dipotong kecil dan dicampur dengan ikan (kayak makan burger mini). Hahahaha
DeleteLohh dange ini sama gak yaa sama kue sagu juga khas Melayu Deli di kota Medan. Namanya Dangai. Soalnya serupa tp tak sama ya namanya hampir miripp. Dange dan Dangai
ReplyDeleteSaya langsung googling, dan ternyata beda jauh antara "dange" dan "dangai", meskipun sama2 berbahan sagu.
DeletePenasaran juga dengan rasa dange dan kapurung. Kayanya dulu pernah coba sedikit yang kapurung, tapi lupa rasanya kaya apa. Jangan2 saya ngga terlalu suka kala itu.
ReplyDeleteKalau kapurung, rasanya kayak makan agar-agar yang lengket. Nah, cita rasa gurihnya berasal dari kuah ikan atau sayur
DeleteSekarang, boleh dicoba kembali untuk makan kapurung. Siapa tahu sudah tertarik.
DeleteIya, ya, sagu itu makanan jadoel banget, sejak zaman masih kerajaan gitu. Mungkin malah makanan asli orang Indonesia. Di Jepara juga ada olahan makanan dari sagu yang unik dan kuno banget. Anehnya, tak ada yang bikin seperti itu di nusantara.
ReplyDeleteJadi penasaran, apakah bentuknya menyerupai dange atau kapurung juga?
DeleteDuuuh, ngiler langsung neh lihat hidangan di atas. Btw, jadi itu rasanya manis apa gurih Kak? Coba di Bandung ada ya, pasti langsung nyobain.
ReplyDeleteRasanya gurih. Karena efek dibakar dan dicampurkan dengan kuah ikan atau sayur
DeleteEmang harusnya Indonesia tuh gak terga tung sama beras kok. Ada sagu dan teman-temannya yang gak kalah sumbang nutrisi. Cuma memang butuh pengenalan dan pembiasaan lidah aja.
ReplyDeleteIya bener. Selama ini, sagu paling banter dibuat cemilan, dawet atau kue jika di Pulau Jawa. Berbeda dengan Pulau Sulawesi, sagu bisa jadi pangan pengganti beras.
Delete