“Jika cita-cita itu bisa membuat bahagia, maka cita-cita ku adalah menjadi seorang guru”
Begitulah kalimat yang sering kali terdengar jika sedang menjalani tugas sebagai relawan pendidikan. Apalagi ketika berada di daerah pedalaman. Beberapa kali terlibat sebagai relawan pendidikan untuk daerah terpencil, membuatku banyak belajar dan berbagi. Bertemu dengan siswa SD yang hadir menggunakan pakaian biasa tanpa seragam, hingga karakter keluarga dengan segala kesederhanaannya.
Dari wajah polos mereka sangat jelas, bahwa ke sekolah adalah hal menyenangkan. Saat mereka belajar, bermain dan memahami setiap pelajaran. Bahkan saat dimana mereka hadir tanpa menggunakan alas kaki atau pun jika ada, tidak jarang sepatu yang mereka punya hanya digunakan ketika berada di lingkungan sekolah saja, saat berangkat dan pulang, sepatu yang ada akan dibungkus menggunakan kantong plastik dan mereka pun berjalan tanpa alas kaki.
Ini adalah beberapa potret pendidikan yang sempat terekam dengan jelas dalam ingatan saat bertugas sebagai relawan pendidikan di pedalaman Indonesia.
Menjadi relawan pendidikan adalah panggilan jiwa
Relawan atau volunteer memang sering sekali kita mendengarnya, apalagi jika berada di kota-kota besar. Tetapi tidak banyak yang bakal memilih menjadi relawan pendidikan di pedalaman. Bukan tanpa sebab, kurangnya informasi terhadap daerah penempatan hingga pemikiran akan kesulitan fasilitas menjadi faktor utama. Tetapi hal tersebut tidak berlaku bagi saya.
Berlatar belakang dari keluarga nelayan yang diberikan kesempatan untuk mengecam pendidikan tinggi malah membuat saya semakin ingin terlibat jauh menjadi relawan pendidikan. Bahkan ketika saya mulai kerja di Ibukota. Saya sering berpikir bahwa, apa yang didapatkan selama menempuh pendidikan di pulau jawa pastinya bakal bisa memberikan inspirasi buat mereka yang ada di pedalaman sana. Apalagi ini tentang pendidikan.
Banyak orang tua di pedalaman yang hanya menyekolahkan anaknya hingga mampu untuk membaca, menulis dan berhitung saja. Setelah itu, maka seleksi alam dan adat berlaku. Putus sekolah di tengah jalan karena tidak ada dukungan hingga masalah sosial lainnya. Karena para keluarga mereka belum dan tidak mau menyadari bahwa pendidikan adalah investasi masa depan yang hasilnya memang tidak bisa langsung dinikmati saat itu juga, tetapi masa akan datang.
Hal inilah yang sering menjadi misi pribadi ketika saya menjadi relawan pendidikan di pedalaman.
Tantangan menjadi relawan pendidikan
Umumnya urusan relawan bukan hanya menyangkut tentang keinginan pribadi tetapi juga harus mempertimbangakn kondisi saat ini. Selama menjadi relawan ada beberapa tantangan yang sering dihadapi antara lain:
1. Kendala bahasa di daerah tujuan
Menjadi relawan pendidikan di suatu daerah juga harus memperhatikan tata krama dan bahasa. Meskipun bahasa Indonesia dipahami oleh para siswa yang menjadi anak didik sementara tetapi hal ini belum tentu berlaku buat keluarga mereka. Banyak orang tua di pedalaman yang masih sulit berkomunikasi dengan para relawan. Maka pentingnya memang sudah memahami hal ini. Terkadang bahasa tubuh dan ekspresi wajah bisa jadi solusi jika saat itu tidak didampingi oleh warga lokal sebagai penerjemah.
2. Tempatnya sulit dijangkau.
Tidak ada sinyal, jauh dari pusat kota dan bahkan listrik pun belum tentu ada. Ini adalah gambaran kecil dari berbagai tantangan lokasi tempat para relawan biasa bertugas. Jadi siapkan mental dengan berbagai hal yang tidak terduga, apalagi berharap fasilitasnya bakal sama seperti di kota. Itu masih jauh dari harapan.
3. Korban waktu dan materi.
Namanya saja relawan pastinya dong kita bakal berkorban terhadap apa yang kita miliki. Mulai dari waktu hingga materi. Tetapi percaya lah, apa yang dilakukan saat ini, Insha Allah bakal berbuah manis ke depan. Bukan hanya melihat senyuman manis dari anak-anak pedalaman yang semangat menuntut ilmu tetapi mereka juga bakal mulai memiliki impian buat masa depan mereka kelak.
4. Koordinasi yang sering pending.
Ada hal menarik ketika urusan koordinasi. Kala itu saya bertugas untuk mengumpulkan berbagai jenis sumbangan materi dan perlengkapan sekolah buat anak-anak yang berada di Tamkesi, Kab Timor Tengah Utara, NTT. Posisi saya berada di Jakarta dan PIC dari tim kami sudah berada dilokasi untuk mengatur segalanya mulai dari mendata dan menentukan tanggal pelaksanaan kegiatan. Ketika koordinasi ini lah sering terjadi delay informasi.
Ketika PIC mengirimkan informasi dari Tamkesi, itu artinya dia harus menempuh perjalanan bermotor untuk ke kabupaten terlebih dahulu agar bisa mengirimkan pesan. Baru kemudian, kami yang ada di jakarta bakal merespon. Ketika pesan berikutnya terkirim untuk proses koordinasi, bisa jadi baru akan dibaca oleh PIC di Tamkesi 3-6 hari kemudian.
Untungnya semua bisa teratasi. Mulai dari pengumpulan donasi, pengiriman barang dan pengaturan jadwal sesuai tanggal yang ditentukan. Sempat deg degan, terkait pengiriman barang karena khawatir bakal tiba setelah tanggal pelaksanaan kegiatan. Tetapi untungnya, kami mengalihkan langsung pembelian barang via Bali dan mengirimkan menggunakan JNE ke kabupaten Timor Tengah Utara. Barang pun tiba sesuai prediksi yang diberikan oleh pegawai JNE Denpasar.
Mungkin bagi sebagian orang, urusan kirim mengirim barang adalah hal sepele yang penting barang sampai. Tetapi buat kami sebagai relawan, prediksi waktu ketibaan adalah hal penting karena berhubungan dengan koordinasi dan distribusi barang tersebut ke masyarakat sasaran. Ketepatan waktu seperti ini lah yang JNE selalu tunjukkan.
Seiring dengan berjalannya waktu, JNE juga terus bertransformasi menjadi jasa pengiriman yang menjangkau seluruh Indonesia dan proses tracking yang mudah dengan harga kompetitif. Selain itu pula, dalam rangka perayaan hari ulang tahun JNE selalu saja ada kejutan, salah satunya adalah Harbokir alias Hari Bebas Ongkos Kirim.
Kehadiran Harbokir sudah pasti bakal membantu siapapun yang ingin melakukan pengiriman barang free ongkir untuk tujuan pengiriman dalam kota atau antar kota dalam provinsi dengan memilih layanan regular. Buat para pemilik UMKM, Harbokir pastinya benar-benar membantu dalam menekan biaya pengiriman sekaligus mengurangi total harga produk yang dijual. Ini adalah peluang yang baik untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Sedangkan buat para volunteer atau relawan, layanan seperti ini pastinya bakal sangat membantu karena para donatur barang tinggal mengirimkan ke alamat kami yang provinsinya sama. Baru kemudian kami didistribusikan ke daerah tujuan pelaksanaan kegiatan.
Saya sih percaya di luar sana, masih banyak orang baik secara individu maupun kelompok yang peduli akan pendidikan anak di pedalaman. Tinggal bagaimana kita bisa terjun dan berpartisipasi di dalamnya untuk mewujudkan senyum cerah di masa depan mereka.
Masya Allah. Insya Allah para relawan ini akan mendapatkan pahala setimpal dari Allah SWT ya, Mas. Karena memang menjadi relawan, pengorbanannya berat. Banyak hal yang harus diperhatikan juga. Makanya perlu juga bantuan dan perhatikan dari pemerintah. Misalnya, akses jalan agar bisa lancar dan cepat sampai tujuan.
ReplyDeleteAsyik sekali ya jadi relawan, bisa membantu sesama, dapat banyak pengalaman dan pastinya bisa dapat pahala karena telah memberikan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan.
ReplyDeleteWait wait, kok saya baru tau ada Harbokir alias Hari Bebas Ongkos Kirim. Ini asyik banget sih, bisa ngirim barang tanpa ongkir. Ngebantu proses pengiriman bantuan dari para donatur.
Gak terbayang jd relawan di pedalaman jauh kemana2 pastinya kalah kirim mengirim harus dapat ekspedisi yg cepat dan amanah. JNE ini udah ada dimana2 saya pun lebih sering pakai ekspedisi JNE karena yg paling dekat dr rumah
ReplyDeleteBenar kak, banyak yang masih peduli meski tidak terekspos. Disinilah peran jasa ekspedisi yang menawarkan gratis ongkir, sehingga banyak yang dapat berkontribusi untuk membantu
ReplyDeleteWow ada Harbokir juga ya. Di mana bisa kirim barang bebas ongkir. Keren. JNE bisa kirim barang juga sampai ke pedalaman.
ReplyDeleteSalut dengan cita-citanya, kak. Semoga kakak diberikan kesehatan, sehingga bisa mendampingi anak-anak untuk belajar dan menggapai mimpi-mimpinya.
ReplyDeleteMenjadi relawan itu sukit, butuh jiwa yg besar. Salut sama perjuangan kk nih. Semkga bisa menjangkau daerah2 lainnya hingga ke berbagai pelosok
ReplyDeleteJadi relawan di tempat yang jauh memang harus tangguh. Syukurnya ada harbokir. Harus dimanfaatkan banget biar yang di daerah tetap menikmati apa yang selama ini susah dijangkau mereka
ReplyDeleteSelalu kagum dan salut luar biasa pada para relawan yang turun langsung ke pelosok negeri untuk berbagi ilmu dengan anak-anak di sana
ReplyDeleteMemang pasti ada kendala, apalagi di daerah yang sulit terjangkau. Kirim barang tak semudah di kota besar ya. Untungnya ada habokir, membantu banget ini ya
Di NTT masih susah sinyal jg ya kak? Emg ribet banget nih masalah komunikasi. Apalagi akses transportasi. Dunia pendidikan ini pdhl penting banget bagi mereka biar ga terisolir di negaranya sendiri. Semoga relawan2 di bidang pendidikan dan lainnya ini makin semangat. Tentunya ada bantuan jg dr JNE buat kirim2 paket. Ada bebas ongkir lagi tuh. Jadi pgn kirim buku2 bekasku yg numpuk di gudang nih.
ReplyDeleteWah Kak saya juga suka mengajar ke pedalaman kak, seru banget pokoknya. Wah saya bisa kirim barang ke mereka dengan bebas ongkir ya kalau begitu, wah asiknya, bisa kirim buku gambar buat mereka
ReplyDeleteMasyaAllah keren bangett. Dlu juga pernah pengen ikutan relawan guru iniii, tapii keburu punya baby yang ngga bisa ditinggal sampai sekarang. Keren kak. Barakallah
ReplyDeleteSerius keren banget mas. Aku juga chemical engineering yang punya mimpi bergabung di Indonesia Mengajar, tapi ngga kesampaian. Aku suka banget kalau jadi relawan pendidikan di pulau-pulau terpencil negeri ini. Semoga suatu saat yaaa..Semangat terus mas!
ReplyDeleteKendala menjadi relawan di pedalaman memang urusan sinyal sih. Pahamlah. Gimana ketergantungannya beberapa orang dengan gadget. Juga masalah bahasa yang nggak bisa dianggap remeh.
ReplyDeleteTapi selalu ada suka dan duka sih dalam setiap sesuatu. He
Ngerasain banget gimana susahnya jadi relawan di daerah pedalaman. Dulu pernah jadi relawan untuk pemberdayaan perempuan. Ya Allah, udah terkendala bahasa, gak ada sinyal, pengiriman mahal karena area susah dijangkau. Sayangnya jaman dulu belum ada Harbokir seperti sekarang. Btw, kalau sekarang saya demen Harbokir karena ngebantu banget buat bisnis online-ku.
ReplyDeleteJadi relawan itu meskipun banyak y7ang dikorbankan tapi sebenarnya ada kepuasan tersendrii ya.n Apalagi jadi relawan pemndidikamn sepertti ini, lihat senyum anak-anak yang bahagia ketemu kita tuh rasanya nyess....gitu.
ReplyDeleteMasyaAllah, salut Kak dengan aktivitasnya sebagai relawan pendidikan, pasti tidak mudah untuk itu tapi Allah memudahkan segalanya ya, termasuk urusan pengiriman barang yang dibutuhkan di daerah tugas ya. Asyik nih kalau ada Harbokir bisa dimanfaatkan untuk hal-hal baik seperti ini.
ReplyDeleteSalut dan angkat topi mas, Perlu jiwa dan pemikiran besar untuk bisa menjadi seorang relawan. Ini pasti jadi perkara sulit untuk bisa berjuang dipedalaman namun tetap berjuang mendidik
ReplyDeleteSemangat selalu ya, pendidikan di pedalaman itu memang tantangan tersendiri. Dan di pedalaman banyak yang masih belum sadar akan pendidikan. Oh us, harbokir ini bisa ya dimanfaatkan untuk kebaikan, keren pokoknya.
ReplyDeleteAku jadi ingat dulu masa kuliah seringkali jadi relawan pendidikan. Karena pas juga kalau ikut limba tema pendidikan. Jadi serasa menyatu gitu hhihihi. Luar biasa buat para relawan pendidikan dimanapun berada. Mereka sudah berjuang demi kemajuan anak-anak di negeri ini.
ReplyDeletesalut dengan para relawan yang rela meninggalkan kenyamanan demi pengabdian, kebaikan ini semoga mendapatkan imbalan yang setimpal..
ReplyDeleteBaca artikel ini tentang kisah relawan di wilayah terpencil jadi salut sama mereka. Untungnya skrg ada pengiriman brg2 hingga ke tempat terpencil ya. Nah Harbokir bs membantu nih...
ReplyDeleteSalut kak bisa menjadi relawan penduduk ditempat yang jauh gt yah.. semangat terus kak. Untungnya ada harbokir yah, jadi makin mudah deh
ReplyDeleteDulu aku mau jadi seperti ini
ReplyDeleteSenang dengan challenge kehidupan
Hanya saja anak anak saya masih kecil jadi membutuhkan saya lebih penting
Semoga panjang umur dan kelak bisa wujudkan kembali
Bahagia sekali, kak...melihat para pejuang tanpa tanda jasa ini dalam menebarkan ilmu.
ReplyDeleteMashaAllah~
Aku jadi ingat masa-masa fresh graduate, ada beberapa teman yang melakukan pekerjaan menjadi volunteer seperti ini. Dan hingga kini, rasanya bahagia banget kalau dengerin beliau bercerita. Meskipun menjadi miris yaa.. karena kenyataannya pendidikan di Indonesia masih beum merata.
Pernah menjadi relawan juga ke pedalaman pulau-pulau. Seru karena kegiatan ini dapat meningkatkan empati, simpati, serta rasa syukur kepada yang Maha Kuasa.
ReplyDeletePapua ada tim Pijar kak, instagramnya pijarmimika.id
ReplyDelete