“Apa yang pertama kali terlintas, jika mendengar kalimat ‘pulau Pramuka’? Pastinya dong yang terpikirkan adalah destinasi liburan warga Jakarta yang menjadi salah satu bagian dari kepulauan seribu.
Tapi tahu nggak sih, betapa beratnya menjadi pulau Pramuka dan pulau-pulau lain yang ada di kepulaun seribu kala musim penghujan tiba. Hampir setiap hari, apalagi ketika sungai Ciliwung banjir maka alirannya akan membawa berton-ton sampah ke perairan pulau seribu. Nilai tersebut menyumbangkan 60 % dari total sampah yang ada di pulau seribu. Kebayang banget kan ya jumlahnya.
Di tahun 2009 sendiri, kala Jakarta dilanda banjir besar. Pulau Pramuka sebagai pulau berpenghuni tersebut yang berusaha berjuang melawan abrasi, kini ditambah sampah kiriman dari Jakarta efek dari banjir. Dampaknya langsung terasa. Hilangnya tanaman bakau akibat gempuran sampah plastik kiriman Jakarta. Belum lagi banyaknya terumbu karang mati dan sebagian biota laut kehilangan nutrisi untuk hidup. Para nelayan pun juga mendapatkan masalah karena kesulitan mencari ikan. Dan tahu tidak akhir rentetan kejadian ini? Jelas bakal mempengaruhi kesejahteraan warga pulau Pramuka.
Banyaknya sampah di perairan pulau Seribu (sumber: IG @pulaukunolsampah) |
Sebuah Tantangan Akan Masalah Sampah
Gerakan Pulauku Nol Sampah, bukanlah sebuah gerakan yang ketika dicetuskan langsung mendapatkan sambutan hangat dari warga Pulau Pramuka. Tetapi butuh perjuangan lebih untuk bisa menyadarkan dan mengajak warga di dalamnya.
Berbagai tuduhan juga bergulir kepada Mahariah sebagai pencetus bahwa gerakan ini hanya semata-mata untuk mendapatkan bayaran dan bantuan saja. Belum lagi ketika warga enggan dalam melakukan proses pemilahan sampah rumah tangga milik masing-masing dan menolak untuk mengikuti program pelatihan daur ulang. Semuanya seakan-akan menyatu menjadi batu besar penghalang gerakan ini.
Tetapi, Mahariah tetap teguh dengan pendiriannya. Berbekal profesi dan kemampuan yang dimiliki sebagai guru Madrasah Ibtidaiyah, pastinya memiliki karakter sabar dan santun dalam setiap aktivitas. Termasuk menjalani semua proses gerakan pulauku nol sampah dengan tabah dan senyuman.
Tong sampah di pulau Pramuka (sumber: IG @rumahliterasihijau_id) |
Hingga kegigihan dan waktu menjawab semua usaha Mahariah. Tahun 2014, Mahariah mendapatkan bantuan tenaga dari komunitas Variabel Bebas yang isinya adalah para anak muda yang peduli terhadap masalah kelestarian lingkungan hidup daerah pesisir.
Gerakan demi gerakan hasil kolaborasi in bermunculan dan lebih variatif. Sebut saja pengolahan sampah plastik menjadi kerajinan tangan yang bisa dijual kembali, penanaman bibit bakau dan terumbu karang untuk menjaga alam hingga penerapan sistem tanam hidroponik di area pekarangan.
Waktu demi waktu, hasilnya terlihat. Banyak warga tertarik untuk bergabung karena bukan hanya masalah melestarikan lingkungan tetapi juga bisa menghasilkan uang tambahan dari proses daur ulang.
Edu Trip dengan penanaman bakau di Pulau Pramuka (sumber: IG @rumahlestarihijau_id) |
Semua progress ini terlihat sebagai cahaya dan harapan. Tahun 2015, Mahariah bersama sekelompok ibu-ibu yang kala itu terdiri atas 9 keluarga saja mendirikan komunitas Rumah Hijau.
Gerakan Berbasis Rumah Tangga
Dari 9 anggota keluarga yang dipimpin oleh Mahariah, berkembang menjadi 40 keluarga yang aktif. Mereka semua terlibat aktif dalam berbagai kegiatan pelestarian lingkungan. Perlahan-lahan pun, berbagai komunitas peduli lingkungan berdatangan untuk studi banding dan melihat langsung sistem pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan daerah pesisir.
Pemilahan sampah di Pulau Pramuka (sumber: IG @rumahlestarihijau_id) |
Tidak hanya berdiam diri, warga yang sebelumnya acuh tak acuh kini juga ikut aktif berpartisipasi hingga menciptakan suasana kampung asri nan berseri di Pulau Pramuka.
Makanya tidak heran, jika berkunjung ke Pulau Pramuka, maka setiap rumah akan ditemui dua kantong sampah yaitu sampah organik dan anorganik lengkap dengan tanda pemilah sampah unik yang terbuat dari kaleng bekas dan dihiasi berwarna-warni.
Menurut Mahariah, “Pembuatan kantong sampah yang menarik bertujuan agar warga lebih tertarik dalam pemilahan sampah rumah tangga. Karena memang, awal dari upaya pelestarian lingkungan itu adalah rumah warga. Jika warga sudah terbiasa maka selanjutnya jauh lebih mudah”.
Nah, sampah plastik yang sudah dipilah oleh warga kemudian akan disetor ke bank sampah. Sehingga masyarakat memiliki tabungan dari sampah plastik tersebut dengan harga bervariasi. Contohnya, untuk sampah botol plastik dihargai Rp 4.000 per kilogram, sedangkan untuk sampah gelas plastik senilai Rp 6.000 per kilogram.
Mahariah: Tokoh Penggerak Gerakan Pulauku Nol Sampah |
Kini, semangat dan perjuangan Mahariah benar-benar membuahkan hasil. Urusan sampah yang dulu adalah bencana kini berubah menjadi duit yang bisa digunakan oleh warga. Gerakan ini bukan hanya untuk kepentingan dan kelestarian lingkungan tetapi jauh lebih besar, yaitu memberikan dampak ke warga pulau Pramuka dalam mengelola sampah dan menambah penghasilan.
comment 0 komentar
more_vert