Bagi sebagian orang, melihat penderita kusta pastinya langsung terlintas bahwa itu adalah penyakit kutukan dan turun-temurun. Tidak heran jika penderitanya dijauhi oleh orang lain sehingga sering mengalami diskriminasi. Dan ketika ini terjadi, maka proses penyembuhan penyakit kusta bakal menjadi lebih lama dan berpeluang menyebabkan disabilitas.
Jujur, banyak yang belum tahu jika kusta itu bukanlah penyakit keturunan. Tetapi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, namanya bakteri Mycobacterium leprae (M. leprae). Makanya tidak heran, jika penyakit kusta juga disebut sebagai penyakit lepra.
Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk sekitar 273 juta ternyata memiliki kasus kusta tertinggi nomor 3 didunia setelah India dan Brazil. Ada sekitar 18.000 kasus.
Paling mengerikannya adalah, selain jumlah kasus kusta di Indonesia cukup tinggi juga dibayangin oleh angka disabilitas akibat penyakit kusta yaitu sekitar 6,6 orang per 1.000.000 penduduk. Angka ini sangat jauh dari target pemerintah yaitu kurang dari 1 orang per 1.000.000 penduduk.
Penanggulangan Kusta adalah Usaha Bersama
Banyak penderita kusta yang awalnya tidak tahu bahwa mereka menderita kusta. Mungkin pada saat pertama kali gejala muncul seperti bercak putih yang memberikan efek mati rasa, penderita berpikir itu adalah penyakit kulit biasa sehingga telat dalam penanganan.
Ketika penanganan kusta ini telat, maka ujung-ujungnya menimbulkan disabilitas. Disinilah masalah yang sering timbul. Para penderita kusta akan mengalami diskriminasi karena munculnya berbagai jenis benjolan pada tubuh. Bahkan banyak orang yang menyebutkan bahwa kusta adalah penyakit kutukan.
Maka dari itu pentingnya untuk memahami dan mengetahui dengan baik terkait penyakit kusta, seperti yang dilakukan oleh Sasakawa Health Foundation.
Sasakawa Health Foundation sendiri merupakan salah satu organisasi nirlaba non pemerintahan yang berasal dari Jepang dan berpusat di Tokyo dimana salah satu fokus kerjanya adalah penanganan kusta.
Menurut Ms Aya Tobiki selaku Chief Program Officer Hansen’s Disease program Sasakawa Health Foundation dalam ruang publik KBR menyatakan bahwa ada 3 pilar utama yang dicanangkan oleh Sasakawa health foundation yaitu mengatasi masalah kusta, menghilangkan diskriminasi dan menjaga sejarah proses penanganan kusta itu sendiri.
Meskipun berasal dari Jepang, Sasakawa Health Foundation pun melakukan aktivitas 3 pilar tersebut di Indonesia. Makanya penting banget memahami bahwa penanganan kusta itu bukan hanya program pemerintah saja, tetapi merupakan program bersama agar Indonesia bisa bebas kusta, termasuk keterlibatan organisasi seperti Sasakawa Health Foundation.
Cara Mengatasi Diskriminasi Penderita Kusta
Salah satu hal yang paling sering dialami oleh para penderita kusta adalah diskriminasi. Apalagi jika status ekonomi penderita adalah orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Orang lain diluar circle penderita akan memandang serendah-rendahnya penderita kusta ini. Jika hal ini sudah terjadi, maka tinggal menunggu waktu diskriminasi akan mengikuti. Sekaligus memandang bahwa mereka adalah orang yang sudah tidak memiliki martabat.
Hal seperti ini pernah dialami oleh Bapak Ardi Yansyah selaku OYPMK dan ketua Permata Bulukumba. Belia pernah menderita penyakit kusta dan melakukan pengobatan kusta.
Kala beliau masih dalam proses pengobatan, ternyata masih banyak orang memandang rendah dirinya. Rekan-rekan sejawat secara perlahan menjauh, bahkan tidak ada lagi yang berani mendekat. Efek dari penyakit kusta.
Menurut Bapak Ardi Yansyah, stigma negatif dan diskriminasi penderita kusta di masyarakat adalah hal yang sering terjadi. Bahkan banyak orang tidak memanusiakan para penderita kusta ini.
Makanya penting banget sosialisai terkait penyakit kusta, bagaimana pengobatannya hingga bagaiman memandang penderita kusta agar tidak mengalami diskriminasi.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan agar angka penderita kusta di Indonesia bisa turun dan tidak terjadi diskriminasi antara lain:
1. Sosialisasi dan edukasi yang masif
Sosialisasi terkait penyakit kusta adalah hal utama sekaligus langkah penting untuk menyebarkan kebenaran informasi. Dengan adanya sosialisasi dan edukasi yang masif maka diharapkan masyarakat jauh lebih paham dan bisa menerima penderita kusta di sekitar mereka. Karena sejatinya kusta bisa disembuhkan bukan merupakan penyakit kutukan.
2. Perbanyak pelatihan terkait aspek medis
Pelatihan penanganan penyakit kusta secara berkelanjutan juga menjadi langkah tepat dalam mengurangi angka penderita kusta. Aspek medis yang dimaksud disini adalah bagaimana orang bisa aware ketika muncul gejala awal penyakit kusta untuk segera memeriksakan diri ke tenaga medis terdekat. Tujuannya untuk penegakan diagnosa sekaligus pengobatan secara langsung. Agar kusta tidak berubah menjadi disabilitas yang ujung-ujungnya mengarah ke diskriminasi penderita kusta itu sendiri.
3. Menonjolkan sosok penderita kusta dalam dialog publik
Kata orang belajar dari yang punya pengalaman jauh lebih berkesan dibandingkan dengan sekadar teori saja. Begitu pula jika menghadirkan sosok penderita kusta yang berhasil sembuh sebagai pemateri pada dialog publik. Dengan begitu, akan membuka pikiran masyarakat bahwa memang kusta bisa disembuhkan.
Saya sih percaya bahawa dengan bersama-sama memahami dan memiliki pengetahuan yang cukup terkait kusta maka diskriminasi bisa berkurang. Bahkan bisa hilang karena meningkatnya kesadaran masyarakat terkait kusta ini. Percaya deh.
comment 0 komentar
more_vert