“Berilah aku 10 pemuda yang bersemangat besar, niscaya aku akan sanggup menggemparkan dunia”- Bung Karno. Mungkin kata mutiara ini sudah terucap puluhan tahun silam, tetapi gema dan maknanya masih selalu menyala di setiap sanubari pemuda Indonesia, salah satu pemuda tersebut adalah Surya Dharma.
Perubahan
itu memang tidak datang dengan sendirinya tetapi perubahan itu selalu dibawa
oleh mereka para penggerak perubahan. Berawal dari keresahan terhadap lingkungan
tempat tinggal Surya Dharma, dimana kala itu banyak sekali remaja yang putus
sekolah. Mereka lebih mementingkan untuk menjadi buruh bangunan dan kerja
serabutan. Sedangkan urusan Pendidikan adalah nomor terakhir. Bagi mereka makan
hari ini sudah cukup, nggak perlu harus sekolah tinggi. Itulah mengapa angka
putus sekolah semakin meningkat.
Makanya tidak heran, jika data
BPS yang dirilis tahun 2022 menempatkan Sulawesi Tengah masuk dalam 10 besar
provinsi di Indonesia dengan angka anak tidak sekolah di 3 kelompok usia anak.
Untuk usia 7-12 tahun berada pada peringkat 9 angka putus sekolah, untuk
kelompok usia 13-15 tahun di peringkat 7 dan usia 16-18 tahun di peringkat 6.
Padahal urusan pendidikan ini sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal
31 ayat 1 dan 2 yang berbunyi
(1)
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
(2)
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya
Keberadaan
sekumpulan anak remaja yang putus sekolah ini lah yang membuat hati dan pikiran
Pak Surya Dharma gelisah. Kala itu pekerjaan beliau sebagai seorang guru.
Berbagai pertimbangan dan diskusi sana-sini dengan rekan sejawat, akhirnya
beliau mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Khatulistiwa di Kota Palu
sebagai sekolah gratis non formal untuk seluruh lapisan masyarakat yang ingin
lanjut sekolah hingga jenjang pendidikan 12 tahun.
Tantangan Mendirikan Sekolah Gratis
Tidak
selamanya kata ‘gratis’ itu disambut baik oleh semua orang. Itulah yang terjadi
dengan PKBM Khatulistiwa. Di awal pendiriannya, tahun 2011 para orang tua yang
memiliki anak putus sekolah malah memandang sinis dengan program ini. Mereka
khawatir, dengan sekolah ‘gratis’ hanya awalnya saja tetapi ujung-ujungnya
tetap bayar. Hal ini membuat PKBM Khatulistiwa kesulitan dalam mengumpulkan peserta
didik.
Kala itu di benak mereka, “jangan-jangan hanya janji manis saja gratis dan ujung-ujungnya berbayar juga. Mulai dari seragam dan lain-lain”. Apalagi kala itu belum banyak konsep sekolah gratis informal di Kota Palu.
Mendapat
hambatan seperti ini, pak Surya tidak tinggal daim. Beliau menggandeng DKM
Masjid di sekitar Ulujadi untuk membantu dalam menginformasikan kegiatan
sekolah gratis ini. Hingga hasilnya pun nampak. Terkumpul sekitar 20 orang
remaja usia produktif yang sudah putus sekolah dan kala itu ingin belajar di
PKBM Khatulistiwa.
Perlahan
tapi pasti, keberlanjutan pendidikan 20 peserta didik ini sudah dimulai. Semua
aktivitas PKBM Khatulistiwa dipusatkan di jalan Cemara No 202, kota Palu. Pada
pelaksanaannya Pak Surya dibantu dengan 4 orang lainnya untuk membimbing 20
orang remaja tersebut.
Pembuatan kerajinan tangan di PKBM Khatulisitwa (sumber: medsos PKBM Khattulistiwa)
Berbeda
dengan sekolah formal, sistem pembelajaran yang diterapkan di PKBM
Khatulistiwa menggunakan sistem modul.
Dimana, setiap anak akan belajar sesuai modul di hari sabtu dan minggu.
Menariknya lagi, bukan hanya pembelajaran untuk mengejar ijazah ujian
penyetaraan paket A, C atau C tetapi mereka juga dibekali dengan keterampilan
lainnya seperti pelatihan komputer, fotografi, kerajinan tangan dan penguasaan
bahasa Inggris.
Bagi pak Surya Dharma, “Apa yang dilakukan di PKBM Khatulistiwa bukan hanya sekadar pelaksanaan sekolah gratis untuk mendapatkan ijazah setara sekolah formal. Tetapi lebih dari itu. Semua peserta didik dipersiapkan dengan berbagai keterampilan bersertifikat. Keterampilan inilah yang nantinya menjadi nilai tambah saat melamar pekerjaan formal”.
Dibalik Cobaan Selalu Saja Ada Jalan Keluar
Sejak
tahun 2011 dan resmi terdaftar menjadi PKBM Khatulistiwa di tahun 2013, cobaan
demi cobaan datang silih berganti mulai dari masyarakat yang sulit menerima
hingga bencana maha dahsyat, gempa dan tsunami Palu.
Kala
itu, 28 September 2018 kota Palu diguncang gempa bumi berkekuatan 7,4 skala
richter (SR) yang disusul dengan gelombang tsunami dan likuifaksi. Bencana ini
meluluhlantakkan kota Palu. Semua orang berfokus mencari keluarga yang hilang
dan menjadi korban bencana ini. Banyak rumah runtuh. Mayat bergelimpangan. Kota
Palu berubah menjadi ‘kota mati’ dalam hitungan detik.
Setelah
beberapa pekan pasca bencana ini, perlahan aktivitas mulai bangkit. Termasuk di
PKBM Khatulistiwa. Banyak anak didik tidak lagi kembali belajar. Mereka
mengikuti orang tuanya keluar kota Palu. Bahkan beberapa diantaranya menjadi
korban meninggal dunia.
Tidak
tinggal diam, Surya Dharma dan rekan penggerak lainnya kembali mendata para murid
dan gencar melakukan sosialisasi. Kali ini menggandeng pihak kelurahan untuk
menginformasikan terkait sekolah gratis non formal ini. Dari mulut ke mulut
petugas kelurahan akhirnya membuahkan hasil. Jumlah siswa yang menurun drastis
kembali banyak. Ini semua karena semangat untuk memajukan pendidikan remaja
putus sekolah di Ulujadi, bahkan ada salah satu siswa berumur 56 tahun.
Pembelajaran di PKBM Khatulistiwa (sumber: medsos PKBM Khatulistiwa)
Setelah
gempa dan tsunami Palu, bencana berikutnya dating. Pandemi Covid mewabah. Semua
orang takut untuk keluar rumah. Jangankan siswa, para pengajar PKBM
Khatulistiwa pun juga tidak melakukan aktivitas seperti biasanya. Kurangnya fasilitas
menjadi hambatan.
Tetapi
itu semua bisa diatasi secara bertahap. Surya Dharma dan tim penggerak lainnya
akhirnya mengadopsi sistem pembelajaran secara online. Kala itu, tidak semua siswa
bisa ikut karena keterbatasan ekonomi dalam hal ini pembelian kuota internet. Dengan
berbagai pertimbangan, akhirnya PKBM Khatulistiwa melakukan pembelajaran secara
offline di 3 lokasi pendukung yaitu di Palu Utara, Palu Timur dan Palu Barat
dengan 15 tenaga pengajar.
Kehadiran
3 lokasi pendukung ini bukan hanya sebagai Solusi atas masalah pandemi covid
tetapi juga memberikan kesempatan lebih luas ke masyarakat lainnya yang putus
sekolah untuk mendapatkan pendidikan informal secara gratis di PKBM
Khatulistiwa
Penghargaan Hanyalah Bonus
Jika
semua masyarakat memahami bahwa pendidikan adalah investasi masa depan, maka
tidak ada satupun anggota keluarga yang akan berhenti sekolah. Melalui pendidikan,
bisa merubah kondisi ekonomi keluarga. Hal ini lah yang diperjuangkan oleh Surya
Dharma.
Perjuangan beliau pun membuahkan hasil. Satu per satu peserta didik sudah mendapatkan pekerjaan formal yang layak setara lulusan dari sekolah formal lainnya. Bahkan ada diantara mereka yang bisa lanjut menempuh studi hingga tingkat universitas di luar negeri karena memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik.
Kerjasama dalam peningkatan kemampuan bahasa Inggris (sumber: medsos PKBM Khatulistiwa)
Semangat
dan hasil ini lah yang mengantarkan Surya Dharma sebagai salah satu pemenang SATU
Indonesia Awards bidang Pendidikan tahun 2018.
Sekadar informasi, Semangat ASTRA Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards adalah ajang bergengsi yang diselenggarakan oleh ASTRA group sebagai bentuk apresiasi anak bangsa atas kontribusi yang sudah dicapai dalam mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan. Menariknya lagi, dalam pemilihan SATU Indonesia Awards ini ternyata dibagi dalam beberapa bidang seperti bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, kewirausahaan dan teknologi.
Bagi Surya
Dharma, penghargaan ini hanyalah bonus dari apa yang sudah dilakukan selama
ini. Karena memang sesuai dengan niat awalnya yaitu mengentaskan pendidikan 12
tahun melalui sekolah gratis untuk mereka yang putus sekolah.
Di
tahun 2024, PKBM Khatulistiwa semakin melebarkan sayapnya dengan menjangkau
lebih banyak daerah termasuk daerah perbukitan yang ada di desa Salena
kelurahan Buluri.
Bagi
pak Surya keberlanjutan masa depan remaja saat ini bisa melalui pendidikan yang
bisa mengubah masa depan mereka. Dari kerja serabutan ke pekerjaan formal yang
layak. Dan semua itu berawal dari satu perjuangan dan langkah kecil di PKBM
Khatulistiwa sebagai sekolah gratis non formal.
comment 0 komentar
more_vert