MASIGNASUKAv102
1508570391356967755

Garda Terdepan Pelindung Perubahan Iklim Daerah Pesisir Itu Bernama Mangrove

Garda Terdepan Pelindung Perubahan Iklim Daerah Pesisir Itu Bernama Mangrove
Add Comments
15 December 2024

 

Tak ada yang menduga, jika di tanah tempat berdiri saya saat ini dulunya adalah daratan pemukiman dan daerah penghasil kawasan pesisir yang bisa mencapai penghasilan hingga 1 juta per hari. Semuanya berubah, saat perubahan iklim itu menyerang. Suhu panas menyengat, tanah retak karena kekeringan, kenaikan signifikan permukaan air laut serta abrasi di sekitar pesisir. Ternyata begitu nyata dampak dari perubahan iklim itu.

Dampak Perubahan Iklim
Menariknya bagi sebagian orang yang jauh dari pesisir, terutama daerah perkotaan dan kerja di kantor dampak perubahan iklim ini hanyalah angin lalu saja. Paling banter, mereka hanya bilang “hari ini cuacanya terik banget ya” dan ujung-ujungnya hanya menurunkan suhu ruangan ber-AC ke settingan temperatur terendah.

Padahal informasi terkait dampak perubahan iklim ini, sudah sangat massif terdengar. Sebut saja foto internasional yang diberitakan oleh CNBC Indonesia pada tanggal 7 September 2024 dengan judul “Fenomena Langka! Potret Sungai Amazon Mengering, Apa yang Terjadi?”. Informasi seperti ini memang selalu kalah saing dibandingkan berita viral di media sosial Instagram dan Tiktok terkait Lifestyle yang sedang trend. Begitulah masyarakat kota yang gaya hidupnya sangat berbeda dengan masyarakat pesisir. Padahal informasi perubahan iklim seperti itu adalah salah satu bentuk teguran, agar segera berbenah dimanapun berada.

Bagi masyarakat pesisir yang sudah terbiasa menikmati fenomena pasang surut air laut. Dampak perubahan iklim terasa lebih nyata dan dekat seperti terjadinya abrasi. Dan tahu nggak, ternyata bukan hanya perubahan iklim menjadi penyebab satu-satunya abrasi daerah pesisir Pantai tetapi juga karena rusaknya hutan mangrove. Iya, mangrove, kalian semua tidak salah baca.

Menelisik fakta terkait kerusakan mangrove berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam 3 tahun terakhir menyatakan bahwa sekitar 50% wilayah hutan mangrove di Indonesia mengalami kerusakan. Sebelumnya, pada tahun 2021, kerusakan hutan mangrove sebesar 1,8 juta hektar dari total 3,36 juta hektar. Seiring berjalannya waktu, angka kerusakan ini terus bertambah meskipun terkadang berkurang sedikit.

Padahal kehadiran hutan mangrove, bukan hanya sekadar tumbuhan hijau yang memenuhi daerah pesisir tetapi juga sebagai garda terdepan pelindung perubahan iklim daerah pesisir. Tujuannya agar terhindar dari bencana alam seperti tsunami, banjir, badai dan pastinya mengurangi dampak dari abrasi air laut.

Menjaga Mangrove Berarti Menjaga Lingkungan Hidup

Dibalik keunikan tanaman mangrove yang memiliki akar tidak beraturan serta menyerupai jangkar ternyata menyimpan banyak manfaat terutama dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Kehadiran mangrove pastinya bisa membantu dalam menjaga lingkungan hidup sebagai media penyimpanan karbon.

Ada fakta unik menyatakan bahwa ternyata satu pohon mangrove yang sering ditemui di daerah pesisir mampu menyerap dan menyimpan karbon dioksida (CO2) empat kali lebih banyak dibandingkan tanaman yang ada di hutan tropis. Fakta yang sangat mengejutkan sekaligus memberikan peluang dalam menjaga lingkungan hidup.

Tahu sendiri kan bahaya dari karbon dioksida (CO2) yang dilepas ke atmosfer sebagai salah satu penyebab efek gas rumah kaca dan ujung-ujungnya terjadinya perubahan iklim yang tidak menentu.

Nah, jika semakin banyak hutan mangrove maka semakin banyak pula gas CO2  yang terserap sehingga mengurangi dampak dari pemanasan global.

Cuma pertanyaannya adalah, bagaimana agar mangrove dan ekosistem yang ada bisa bertambah baik dari segi kualitas maupun kuantitas? Sebenarnya, pemerintah tidak tinggal diam dalam memitigasi dampak perubahan iklim termasuk dalam pengelolaan mangrove di dalamnya.

Indonesia's Folu

Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ternyata nih Indonesia sudah membangun tata kelola ekosistem mangrove melalui program Roadmap Rehabilitasi Mangrove Nasional Tahun 2021-2030 dan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pastinya, peraturan ini lah yang akan digunakan sebagai payung hukum pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove, baik bagi pemerintah maupun masyarakat.

Salah satu komitmen Indonesia dengan hadirnya Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.

“FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi dimana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030.”

Kata kuncinya adalah tingkat serapan lebih tinggi dari tingkat emisi sehingga peningkatan ekosistem mangrove adalah salah satu jawabannya.

Bergerak Bersama Untuk Dampak Lebih Besar

Kesadaran akan dampak perubahan iklim di kawasan pesisir ternyata mulai bermunculan. Kali ini, bukan hanya dari kalangan masyarakat pesisir saja tetapi juga dari masyarakat luas yang peduli akan bahaya dan dampak dari rusaknya ekosistem mangrove.

Seperti yang dilakukan oleh Yayasan Konservasi Laut (YKL) berkolaborasi dengan Yayasan Bone Bula (YBB) dan didukung oleh Yayasan #KEHATI berhasil melakukan rehabilitasi mangrove seluas satu hektar di dua kelurahan yang ada di Kabupaten Donggala yaitu kelurahan Kabonga Kecil dan Kelurahan Tanjung Batu. Kolaborasi ini berhasil melakukan penanaman 10.000 bibit propagul dari tiga jenis mangrove yaitu Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, dan Sonneratia alba.

propagul
Bibit propagul Mangrove
Gerakan bersama seperti ini bukan hanya sebuah gerakan simbolis saja tetapi jauh lebih besar dari itu. Kehadiran ekosistem mangrove, baik yang sudah eksis maupun dalam proses pembentukan hutan mangrove baru bisa menjadi habitat baru bagi makhluk hidup lainnya. Sebut saja ikan kecil akan berkeliaran di sekitar akar mangrove, begitupun dengan kepiting bakau yang akan hadir. Ditambah lagi dengan banyaknya burung yang akan hinggap di pohon bakau. Ekosistem baru ini lah yang menjadi penghidupan bagi makhluk lain dan juga manusia serta sekaligus mengurangi emisi karbon dioksida sebagai salah satu penyebab perubahan iklim.

Aktif Mendukung Program Mangrove Planting

Dunia lagi tidak baik-baik saja bukan berarti kita hanya berdiam diri tanpa aksi. Saat ini sudah banyak sekali gerakan peduli lingkungan untuk penyelamatan kawasan pesisir dan mendukung pelestarian ekosistem hutan mangrove.

Seperti yang saya ikuti yaitu program Ecoweek dalam bentuk penanaman mangrove di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi Utara. Sebanyak 24.310 bibit mangrove berhasil ditanam bersama kelompok sadar wisata (POKDARWIS) Alipbata bulan Oktober 2024 lalu.

Melalui program Ecoweek bukan hanya melakukan proses penanaman mangrove saja dan melihat hutan mangrove nan rimbun hasil mangrove planting 5 tahun terakhir. Tetapi juga menyaksikan secara langsung bagaimana dampak perubahan iklim bagi masyarakat pesisir. Tanah retak sana-sini dan mengering hingga posisi rumah yang relatif lebih rendah akibat abrasi berlebihan.

Semua ini membuka mata para peserta yang hadir bahwa perubahan iklim itu nyata adanya dan hanya kita lah yang mampu mengatasinya.

Mangrove Planting
Mangrove Planting di Ecoweek
Meskipun telat bukan berarti tanpa aksi. Sama seperti yang dirasakan oleh peserta Ecoweek lainnya, saya berharap setiap langkah sederhana yang dilakukan untuk keberlanjutan lingkungan pesisir melalui penanaman mangrove sudah sepantasnya menjadi gaya hidup bukan lagi hanya sekadar kampanye belaka. Karena perubahan iklim itu nyata adanya.

Menyelamatkan mangrove itu artinya sudah membantu dalam menjaga kualitas air, melindungi pantai dari abrasi, menjaga keanekaragaman hayati di dalamnya, menyediakan sumber daya perikanan serta menyelamatkan kehidupan dari perubahan iklim yang tidak menentu. Makanya sangat wajar jika mangrove menjadi garda terdepan perlindungan perubahan iklim di kawasan pesisir. Percaya deh.

Talif

Saat ini selain sebagai blogger juga bekerja sebagai technical team khususnya dalam dunia kimia perminyakan.