Tak ada yang menduga, jika di tanah
tempat berdiri saya saat ini dulunya adalah daratan pemukiman dan daerah
penghasil kawasan pesisir yang bisa mencapai penghasilan hingga 1 juta per
hari. Semuanya berubah, saat perubahan iklim itu menyerang. Suhu panas
menyengat, tanah retak karena kekeringan, kenaikan signifikan permukaan air
laut serta abrasi di sekitar pesisir. Ternyata begitu nyata dampak dari
perubahan iklim itu.
Padahal informasi terkait dampak
perubahan iklim ini, sudah sangat massif terdengar. Sebut saja foto internasional
yang diberitakan oleh CNBC Indonesia pada tanggal 7 September 2024 dengan judul
“Fenomena Langka! Potret Sungai Amazon Mengering, Apa yang Terjadi?”. Informasi
seperti ini memang selalu kalah saing dibandingkan berita viral di media sosial
Instagram dan Tiktok terkait Lifestyle yang sedang trend. Begitulah masyarakat
kota yang gaya hidupnya sangat berbeda dengan masyarakat pesisir. Padahal
informasi perubahan iklim seperti itu adalah salah satu bentuk teguran, agar
segera berbenah dimanapun berada.
Bagi masyarakat pesisir yang sudah
terbiasa menikmati fenomena pasang surut air laut. Dampak perubahan iklim terasa
lebih nyata dan dekat seperti terjadinya abrasi. Dan tahu nggak, ternyata bukan
hanya perubahan iklim menjadi penyebab satu-satunya abrasi daerah pesisir Pantai
tetapi juga karena rusaknya hutan mangrove. Iya, mangrove, kalian semua tidak
salah baca.
Menelisik fakta terkait kerusakan
mangrove berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
dalam 3 tahun terakhir menyatakan bahwa sekitar 50% wilayah hutan mangrove
di Indonesia mengalami kerusakan. Sebelumnya, pada tahun 2021, kerusakan
hutan mangrove sebesar 1,8 juta hektar dari total 3,36 juta hektar. Seiring
berjalannya waktu, angka kerusakan ini terus bertambah meskipun terkadang
berkurang sedikit.
Padahal kehadiran hutan mangrove, bukan hanya sekadar tumbuhan hijau yang memenuhi daerah pesisir tetapi juga sebagai garda terdepan pelindung perubahan iklim daerah pesisir. Tujuannya agar terhindar dari bencana alam seperti tsunami, banjir, badai dan pastinya mengurangi dampak dari abrasi air laut.
Menjaga Mangrove Berarti Menjaga Lingkungan Hidup
Dibalik keunikan tanaman mangrove
yang memiliki akar tidak beraturan serta menyerupai jangkar ternyata menyimpan banyak
manfaat terutama dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Kehadiran mangrove
pastinya bisa membantu dalam menjaga lingkungan hidup sebagai media penyimpanan
karbon.
Ada fakta unik menyatakan bahwa
ternyata satu pohon mangrove yang sering ditemui di daerah pesisir mampu
menyerap dan menyimpan karbon dioksida (CO2) empat kali lebih
banyak dibandingkan tanaman yang ada di hutan tropis. Fakta yang sangat
mengejutkan sekaligus memberikan peluang dalam menjaga lingkungan hidup.
Tahu sendiri kan bahaya dari karbon
dioksida (CO2) yang dilepas ke atmosfer sebagai salah satu
penyebab efek gas rumah kaca dan ujung-ujungnya terjadinya perubahan iklim yang
tidak menentu.
Nah, jika semakin banyak hutan
mangrove maka semakin banyak pula gas CO2 yang terserap sehingga mengurangi dampak dari
pemanasan global.
Cuma pertanyaannya adalah, bagaimana
agar mangrove dan ekosistem yang ada bisa bertambah baik dari segi kualitas
maupun kuantitas? Sebenarnya, pemerintah tidak tinggal diam dalam memitigasi
dampak perubahan iklim termasuk dalam pengelolaan mangrove di dalamnya.
Melalui Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, ternyata nih Indonesia sudah membangun tata kelola
ekosistem mangrove melalui program Roadmap Rehabilitasi Mangrove Nasional
Tahun 2021-2030 dan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pastinya, peraturan ini
lah yang akan digunakan sebagai payung hukum
pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove, baik bagi
pemerintah maupun masyarakat.
Salah satu komitmen Indonesia dengan
hadirnya Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
“FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi dimana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030.”
Kata kuncinya adalah tingkat serapan lebih tinggi dari tingkat emisi sehingga peningkatan ekosistem mangrove adalah salah satu jawabannya.
Bergerak Bersama Untuk Dampak Lebih Besar
Kesadaran akan dampak perubahan iklim
di kawasan pesisir ternyata mulai bermunculan. Kali ini, bukan hanya dari
kalangan masyarakat pesisir saja tetapi juga dari masyarakat luas yang peduli
akan bahaya dan dampak dari rusaknya ekosistem mangrove.
Seperti yang dilakukan oleh Yayasan
Konservasi Laut (YKL) berkolaborasi dengan Yayasan Bone Bula (YBB) dan didukung
oleh Yayasan #KEHATI berhasil melakukan rehabilitasi mangrove seluas satu
hektar di dua kelurahan yang ada di Kabupaten Donggala yaitu kelurahan Kabonga
Kecil dan Kelurahan Tanjung Batu. Kolaborasi ini berhasil melakukan penanaman
10.000 bibit propagul dari tiga jenis mangrove yaitu Rhizophora apiculata, Rhizophora
stylosa, dan Sonneratia alba.
Bibit propagul Mangrove |
Aktif Mendukung Program Mangrove Planting
Dunia lagi tidak baik-baik saja bukan
berarti kita hanya berdiam diri tanpa aksi. Saat ini sudah banyak sekali gerakan
peduli lingkungan untuk penyelamatan kawasan pesisir dan mendukung pelestarian
ekosistem hutan mangrove.
Seperti yang saya ikuti yaitu program
Ecoweek dalam bentuk penanaman mangrove di Pantai Bahagia, Muara Gembong,
Bekasi Utara. Sebanyak 24.310 bibit mangrove berhasil ditanam bersama kelompok
sadar wisata (POKDARWIS) Alipbata bulan Oktober 2024 lalu.
Melalui program Ecoweek bukan hanya
melakukan proses penanaman mangrove saja dan melihat hutan mangrove nan rimbun
hasil mangrove planting 5 tahun terakhir. Tetapi juga menyaksikan secara
langsung bagaimana dampak perubahan iklim bagi masyarakat pesisir. Tanah retak sana-sini
dan mengering hingga posisi rumah yang relatif lebih rendah akibat abrasi
berlebihan.
Semua ini membuka mata para peserta
yang hadir bahwa perubahan iklim itu nyata adanya dan hanya kita lah yang mampu
mengatasinya.
Mangrove Planting di Ecoweek |
Menyelamatkan mangrove itu artinya sudah
membantu dalam menjaga kualitas air, melindungi pantai dari abrasi, menjaga
keanekaragaman hayati di dalamnya, menyediakan sumber daya perikanan serta menyelamatkan
kehidupan dari perubahan iklim yang tidak menentu. Makanya sangat wajar jika
mangrove menjadi garda terdepan perlindungan perubahan iklim di kawasan
pesisir. Percaya deh.
comment 0 komentar
more_vert